SELAMAT DATANG SAUDARAKU. SEMAKIN KITA BERBAGI, SEMAKIN BANYAK BAGIAN KITA

Saturday, October 13, 2012

PENINGKATAN KEBERANIAN BERTANYA SISWA MENGGUNAKAN KARTU PERTANYAAN


PENDAHULUAN


Satu diantara tujuan pembelajaran matematika sekolah adalah mengembangkan  keterampilan berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerja sama yang efektif. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi pembelajaran matematika yang mengembangkan daya nalar siswa yang mencakup empat indikator yaitu (1) berpikir kritis, (2) aktif bertanya, mengkombinasikan gagasan menjadi suatu argumen, (3) bertanya tentang mengapa, bagaimana, seberapa penting dan seberapa valid dan (4) penataan bahan menjadi suatu pola baru yang berbeda. Siswa yang berpikir kritis biasanya aktif bertanya sekaligus dapat menyusun argumen yang logis guna mendukung pertanyaan yang dilontarkan. Pertanyaan yang dilontarkan tidak lagi terbatas pada apa, siapa atau dimana, tetapi lebih komplek, mengapa, bagaimana, seberapa penting atau valid yang pada akhirnya tersusun pola baru yang berbeda.
Dari pengamatan sepintas  pengalaman penulis di lapangan, harapan tersebut di atas bagai jauh panggang dari api, sangat bertolak belakang. Khususnya pada kelas VIII.5 SMP Negeri 1 Tanjung Raja Tahun Pembelajaran 2005/2006 yang penulis asauh, sebagian besar siswa fasif dalam kegiatan pembelajaran. Hanya menyalin apa yang tertulis di papan tulis. Bila diberi kesempatan bertanya, hampir tidak ada seorangpun yang bertanya. Walaupun ada itupun hanya siswa tertentu saja. Itupun kadang hanya siswa yang itu-itu saja.Hal ini tentu saja akan mengiring kegiatan pembelajaran matematika terjebak pada rutinitas menyelesaikan target kurikulum saja. Interaksi hanya berlangsung satu arah, monoton.
Hasil angket pendahuluan yang penulis sebarkan diperoleh fakta bahwa sebenarnya sebagian besar siswa (72,9 %) mempunyai minat atau perhatian kepada pelajaran matematika, bahkan 66,7 % di antaranya menanggap pelajaran matematika bukanlah pelajaran yanbg sulit. 87,5 % siswa menyatakan sangat ingin bertanya, tetapi hanya disimpan di dalam hati. Penyebabnya yaitu karena takut salah sehingga ditertawakan (72,9%) dan sisanya merasa malu. Bila diteruskan, akibat terlalu banyak pertanyaan di kepala tak terjawab, siswa akhirnya cenderung apatis dan frustasi. Kegiatan pembelajaranpun berlalu tanpa makna.Untuk mengatasi hal tersebut, agar siswa lebih berani bertanya, sebagian besar siswa (90,7%) menyetujui agar siswa diperbolehkan bertanya secara tertulis.
Berdasarkan kenyataan tersebut eksperimen peningkatkan keberanian bertanya siswa melalui penggunaan Kartu Pertanyaan (Quetioning Cards) sangat menarik untuk dilakukan. Setiap siswa yang ingin bertanya dapat bertanya secara tertulis pada  kartu pertanyaan masing-masing tanpa harus menanggung malu atau takut andai pertanyaan terasa janggal. Pertanyaan akan dijawab oleh guru baik langsung maupun secara tak langsung. Tergantung spesifikasi pertanyaan. Selanjutnya diharapkan setelah siswa terbiasa bertanya secara tertulis, siswa akan tergugah keberaniannya walau sekali-sekali, untuk bertanya secara langsung. Lebih jauh, dengan aktif bertanya, diharapkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran akan meningkat dan pada akhirnya bermuara kepada meningkatnya prestasi belajar siswa.

PERMASALAHAN

Sehubungan dengan itu, masalah penelitian ini adalah apakah penggunaan Kartu Pertanyaan dalam kegiatan pembelajaran matematika dapat meningkatkan keberanian bertanya siswa kelas VIII.5 SMP Negeri 1 Tanjung Raja Tahun Pembelajaran 2005/2006. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan keberanian bertanya siswa dan pada gilirannya nanti akan meningkatkan prestasi belajar siswa. Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini di antaranya sebagai upaya menumbuhkan keberanian bertanya siswa, sebagai strategi meningkatkan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran matematika dan sebagai upaya meningkatkan prestasi siswa.

PEMBAHASAN


  Kartu pertanyaan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kartu yang dapat dibuat sendiri oleh siswa untuk menuliskan pertanyaannya dalam proses pembelajaran matematika. Kartu ini berukuran kurang lebih 15 cm x 20 cm dan bahan kartu berupa kertas tebal sejenis karton.
Pada bagian muka Kartu Pertanyaan tersebut dibuat tabel  berikut ini:


Pada bagian belakang Kartu Pertanyaan ditulis Nama Siswa, Kelas dan tulisan “KARTU PERTANYAAN ” serta mata pelajaran “Matematika”. ( Contoh Kartu Pertanyaan terlampir )
Sedangkan Keberanian Bertanya Siswa  yang dimaksudkan adalah kemampuan siswa untuk mengungkapkan pertanyaannya sebagai bagian dari proses belajar, baik lisan maupun tertulis. Peningkatan Keberanian Bertanya Siswa pada karya tulis ini diukur berdasarkan frekuensi atau banyaknya pertanyaan yang dapat diungkapkan setiap siswa dan banyaknya siswa bertanya pada setiap pertemuan atau proses kegiatan pembelajaran. Selanjutnya keberanian bertanya ini dibandingkan dengan nilai rata-rata harian yang diperoleh siswa untuk dilihat pengaruhnya terhadap peningkatan prestasi belajarnya.
Untuk menjawab apakah penggunaan Kartu Pertanyaan dalam kegiatan pembelajaran matematika di kelas VIII.5 SMP Negeri 1 Tanjung Raja  tahun pembelajaran 2005/2006 dapat meningkatkan keberanian bertanya siswa, penulis melakukan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 3 (tiga) siklus. Penelitian  berlangsung mulai akhir bulan Agustus sampai dengan awal bulan Nopember 2005.  Dengan dibantu oleh 3 orang rekan guru sebagai kolaborator, penulis menyarankan kepada siswa untuk memanfaatkan kesempatan bertanya selama atau setelah kegiatan pembelajaran berlangsung dengan cara menuliskan pertanyaannya pada Kartu Pertanyaan. Kartu tersebut diberikan kepada guru untuk dijawab atau dibahas baik secara lisan maupun secara tertulis tergantung pertanyaannya.
Pada setiap pertemuan guru mengamati dan mencatat peningkatan kuantitas maupun kualitas pertanyaan siswa dan pada setiap akhir  materi pembelajaran yang meliputi satu atau dua KD (Kemampuan Dasar), seluruh kartu dikumpulkan untuk dianalisis secara deskriptif oleh penulis bersama kolaborator. Komponen yang dianalisis meliputi banyaknya siswa bertanya, frekuensi bertanya tiap siswa dan tingkat petanyaan siswa, selanjutnya siswa diberi ulangan harian untuk dianalisis tingkat pemahaman atau prestasi yang dicapai siswa.
Untuk kegiatan pembelajaran materi berikutnya, siswa diminta menuliskan pertanyaannya pada kartu yang baru dan selanjutnya diolah seperti Kartu Pertanyaan sebelumnya sampai penelitian berakhir. Sebelum dilanjutkan pembelajaran untuk KD berikutnya, dilakukan refleksi guna perbaikan pada proses pembelajaran berikutnya, termasuk kemampuan guru dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif. Hasil penilaian proses maupun penilai hasil belajar setiap KD dibandingkan untuk diketahui tingkat keberanian bertanya siswa dan prestasi yang dicapai pada setiap Kemampuan Dasar (KD).
Secara umum hasil penelitian menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan keberanian bertanya pada siswa kelas VIII.5 SMP 1 Tanjung Raja Tahun Pembelajaran 2005/2006. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya frekuensi bertanya siswa baik secara individual maupun secara klasikal, seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1
Frekuensi Bertanya Siswa Tiap Pertemuan (Klasikal)


Dari tabel di atas diperoleh gambaran bahwa persentase frekuensi bertanya siswa tiap pertemuan sebelum dilakukan penelitian tindakan kelas tidak lebih dari 2,9 % atau rata-rata hanya satu orang siswa setiap pertemuan. Pada siklus I dengan materi kemampuan dasar (KD) Menentukan Faktor Bentuk Aljabar , persentase frekuensi bertanya siswa tiap pertemuan terjadi peningkatan yang sangat signifikan, yaitu menjadi 23,5 % atau rata-rata 8 orang siswa per pertemuan.  Berdasarkan hasil pengamatan penulis bersama rekan guru kolaborator, hal ini terjadi karena siswa merasakan adanya sesuatu yang baru dalam kegiatan pembelajaran sehingga  menggugah keinginan dan keberanian siswa untuk bertanya secara tertulis menggunakan Kartu Pertanyaan.
Dari hasil analisis terhadap pertanyaan-pertanyaan siswa tersebut penulis bersama kolaborator menemukan banyak kelemahan pada pertanyaan yang ditulis oleh siswa, terutama ditinjau dari sisi kemampuan berbahasa, dimana sebagian besar siswa kurang terampil merumuskan pertanyaan tertulisnya yang justru menggunakan bahasa lisan, bahkan tidak jarang pertanyaan siswa tidak mengandung kata tanya atau bernada menguji guru atau hanya semacam ungkapan ketidakmengertian. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, penulis sebagai guru peneliti mengadakan perbaikan dengan membimbing siswa merumuskan pertanyaan yang baik khususnya yang diungkapkan secara tertulis.
Selanjutnya pada siklus II, dengan materi kemampuan dasar (KD) Menyelesaikan Operasi Pecahan Bentuk Aljabar,  terjadi penurunan persentase pertanyaan siswa yaitu menjadi hanya 9,7 % atau rata-rata 3 orang siswa yang bertanya tiap pertemuan. Hal ini menjadi bahan diskusi penulis bersama rekan guru kolaborator, termasuk dengan melakukan pengamatan dan wawancara langsung kepada siswa. Kendala yang terungkap di antaranya siswa merasa malu dan takut pertanyaan yang ditulisnya terasa janggal serta tidak sesuai dengan kaidah pertanyaan tertulis yang benar seperti yang pernah guru jelaskan pada akhir siklus I. Untuk mengatasi hal ini, penulis sebagai guru memberikan penjelasan dengan penekanan tidak menjadi tujuan utama pertanyaan harus baik, melainkan lebih penting adalah melatih keberanian mengungkapkan pertanyaan. Untuk merumuskan pertanyaan yang baik tidak sekali jadi, tetapi secara bertahap. Lebih dahulu biasakan untuk berani mengungkapkan pertanyaan yang menggugah rasa keingintahuan, selanjutnya secara berangsur-angsur dengan sendirinya kualitas pertanyaan akan lebih baik.
Melihat hasil tindakan pada siklus II yang kurang menggembirakan, penulis bersama rekan guru kolaborator merasa perlu melanjutkan penelitian ini pada siklus III.
Pada tabel di atas terlihat adanya peningkatan frekuensi bertanya siswa pada siklus III, dengan materi kemampuan dasar (KD) Menyatakan Bentuk Fungsi dan Menghitung Nilai Fungsi, yaitu  menjadi 12,4 % atau rata-rata 4 orang siswa bertanya setiap pertemuan. Ini menunjukkan penggunaan Kartu Pertanyaan sebagai media pengungkapan rasa ingin tahu siswa untuk lebih memahami materi pembelajaran cukup membantu siswa, terutama bagi siswa yang pemalu dan tidak terbiasa mengungkapkan pertanyaan secara lisan.
Secara umum persentase banyaknya siswa bertanya menggunakan media Kartu Pertanyaan masih lebih baik dibanding dengan tidak menggunakan Kartu Pertanyaan. Hal ini dapat dilihat pada keadaan awal sebelum penelitian tindakan kelas dilakukan. Hanya rata-rata 2,9 % siswa atau rata-rata satu orang siswa tiap pertemuan, bahkan lebih sering tidak ada seorang pun yang memanfaatkan kesempatan bertanya yang diberikan guru.
Secara individual hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan jumlah siswa yang mulai berani bertanya dari 3 orang siswa pada awal siklus I menjadi 31 siswa atau 88,6 % dari 35 siswa pada akhir siklus I. Sampai  akhir siklus II tinggal 2 orang saja yang belum pernah bertanya dan pada akhir siklus III seluruh siswa sudah pernah bertanya. Tabel berikut ini menjelaskan frekuensi bertanya tiap siswa dan pengaruhnya terhadap prestasi belajarnya dengan indikator meningkatnya nilai rata-rata harian yang diperoleh siswa yang bersangkutan.

Tabel 2
Frekuensi Bertanya Setiap Siswa dan Rata-rata Nilai yang Diperoleh

Pada kolom nilai rata-rata terbaca nilai rata-rata kelas secara bertahap meningkat Pada siklus I terjadi sedikit penurunan nilai rata-rata kelas dari  47 menjadi 46. Hasil pengamatan penulis hal ini terjadi karena materi yang dipelajari terasa lebih sulit bagi siswa dibanding sebelumnya yaitu materi Menyelesaikan Operasi Bentuk Aljabar. Selanjutnya pada siklus II dan III terus meningkat secara signifikan, dari  45 nilai rata-rata siswa menjadi 52 dan terakhir menjadi 60.Walaupun belum memenuhi kriteria ketuntasan klasikal yang ditetapkan 75 % secara nasional, namun secara rata-rata terlihat pengaruh positif penggunaan Kartu Pertanyaan dalam pembelajaran matematika terhadap peningkatan prestasi siswa.  Siswa yang aktif bertanya berkecenderungan lebih berprestasi dibanding yang kurang aktif bertanya. Ini menyiratkan pentingnya bertanya sebagai upaya mengasah rasa ingin tahu siswa, yang pada gilirannya nanti akan meningkatkan prestasi belajarnya, khususnya matematika. Sebagaimana pernah disinggung di atas bahwa daya nalar siswa akan lebih terasah dengan biasa bertanya, tetapi sebagian besar siswa kurang memanfaatkan kesempatan bertanya yang diberikan guru.
Hasil angket yang penulis sebarkan kepada siswa diperoleh informasi bahwa penggunaan kartu pertanyaan dalam proses pembelajaran matematika memberi dampak positif, yaitu memotivasi siswa untuk mengungkapkan pertanyaannya (72,9%) dan merasa lebih berani untuk bertanya (50,1%). Alasan mengapa siswa merasa lebih berani bertanya diantaranya kesempatan bertanya yang diperbolehkan secara tertulis mengunakan kartu pertanyaan memanipulasi rasa malu pada teman dan guru (24%) dan takut salah (72,9%) oleh karena itu 90,7% siswa meminta agar cara bertanya tetap diperbolehkan secara tertulis. Pada bagian akhir kuisioner 95,8% siswa lebih menegaskan lagi agar penggunaan kartu pertanyaan dalam proses pembelajaran matematika dapat diteruskan.
Selanjutnya sebagai penunjang penulis bersama rekan guru kolaborator merasa perlu mengklasifikasikan tingkat pertanyaan siswa. Menurut  Tim Pengembang Pelatihan Guru  Proyek Peningkatan Mutu SLTP (1998), pertanyaan siswa dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu pertanyaan tingkat rendah dan pertanyaan tingkat tinggi. Pertanyaan tingat rendah merupakan pertanyaan tertutup dengan jawaban yang pasti benar atau salah dan hanya memerlukan jawaban yang bersifat hafalan (ingatan). Pertanyaan ini pada umumnya dimulai dengan kata “ Apa”, “Siapa”, “Dimana”, “Kapan” atau “Sebutkan”. Sedangkan pertanyaantingkat tinggi sifatnya lebih terbuka, memerlukan pemahaman, penalaran, cara berfikir logis dan sistematis untuk menjawabnya. Pertanyaan ini dapat dimulai dengan kata “ Bagaimana”,“Jelaskan”,“terangkan”,“Bandingkan”,”Mengapa”, dan sebagainya.
Dengan bersandarkan pada pendapat tersebut, dari semua pertanyaan yang tercatat pada Kartu Pertanyaan siswa, penulis memperoleh informasi pada siklus I terdapat 27 pertanyaan tingkat rendah (64,3 %) dan hanya 35,7 % pertanyaan yang dapat digolongkan pertanyaan tingkat tinggi. Ini cukup menggembirakan bila dibandingkan tingkat pertanyaan pada awal sebelum siklus I dimulai yang rata-rata merupakan pertanyaan tingkat rendah. Sedangkan pada siklus II, terdapat 4 pertanyaan tingkat tinggi (18,2%) dan 18 pertanyaan tingkat rendah (82,8 %) serta terdapat 9 pertanyaan tingkat tinggi (34,6%) pada siklus III. Dari hasil ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa walau sebagian besar siswa belum mampu mengungkapkan pertanyaannya dengan kaidah yang lebih baik, namun sebagian siswa sudah cukup mampu mengungkapkan pertanyaan tingkat tinggi. Ini menunjukkan peningkatan keberanian siswa untuk bertanya lebih banyak, tahu lebih banyak dan mengerti lebih dalam materi yang dipelajari.


P E N U T U P
Secara umum penggunaan Kartu Pertanyaan oleh siswa dalam proses pembelajaran matematika berdampak positif bagi peningkatan keberanian siswa untuk bertanya agar lebih memahami materi pelajaran. Pada akhirnya juga berdampak positif bagi peningkatan prestasi belajar siswa.
Untuk memotivasi siswa agar lebih aktif bertanya disarankan agardalam kegiatan pembelajaran khususnya matematika dapat digunakan Kartu Pertanyaan sebagai media mengungkapkan rasa ingin tahunya tanpa harus menanggung malu atau takut salah bila pertanyaan terasa janggal.

DAFTAR PUSTAKA

Hariwibowo, Herwindo. (1998). Bagaimana Murid Belajar?.
     Jakarta : Depdikbud
Wibawa, Basuki. (2003). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta :
    Program Guru Bantu – Direktorat Tenaga Kependidikan Diknas.
____________.(1998) Teknik Bertanya . Kumpulan Makalah Materi PKG-C Propinsi Sumatera Selatan.

Tim Action Research Gugus SLTPN-4 Semarang. (1999). Keberanian Bertanya Siswa Kelas III dalam Kegiatan Belajar Mengajar Matematika di Duabelas SLTP Negeri Kodya Semarang. Buletin Pelangi Volume I No. 3

No comments:

Post a Comment